Sunday, September 20, 2009

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1430H

lebaran mgl

Wednesday, September 16, 2009

Thursday, September 10, 2009

KOMCAB Magelang

clip_image001clip_image002clip_image004clip_image006

clip_image008

LEMBUR

UU no 13 th 2003 ttg Ketenagakerjaan, pasal 78 ayat 1: Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja sbgmn dimaksud dlm pasal 77 ayat 2 harus memenuhi syarat :

A. ada persetujuan pekerja yang bersangkutan; dan

B. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dlm 1 minggu.

Itulah bunyi UU yg mengatur kerja lembur, kalimat “pengusaha mempekerjakan pekerja…” menunjukkan bahwa ada permintaan dari pengusaha kepada pekerja untuk melakukan suatu kegiatan. Dan harus ada persetujuan dari pekerja,, tidak boleh satu pihak saja. Pasal ini sudah dapat menjawab pertanyaan mengenai kegiatan rapat yang diadakan perusahaan al : Dialog front liner, Quality Meeting, Sosialisasi produk maupun kegiatan sejenis lainnya, apabila pelaksanaannya melebihi ketentuan jam kerja maka pengusaha wajib membayar upah lembur.

Dan perlu diketahui juga bahwa pengaturan kerja lembur tidak dapat digabungkan dengan pengaturan perjalanan dinas, jadi bila pekerja menjalankan tugas ke luar kota yg jaraknya melebihi 60km dan waktu tempuhnya perjalanan plus waktu pelaksanaan pekerjaannya melebihi 8 jam maka pekerja berhak mendapatkan uang saku perjalanan dinas dan juga bila pelaksanaannya melebihi ketentuan jam kerja maka pekerja berhak atas upah kerja lembur. Sbg contoh adalah KCP Gombong ikut dialog frontliner (DFL) berjarak ±125 km dengan waktu tempuh 3 jam bila dfl dimulai pkl 18.00 berdurasi 2 jam maka bagi peserta dr KCP Gombong membutuhkan waktu diperjalanan pp 6 jam plus acara 2 jam total 8 jam. Maka yang diperoleh peserta dr KCP Gombong adalah uang saku perjalanan dinas dan upah lembur.

Demikian juga dengan driver karyawan yang melakukan perjalanan dinas ke luar kota berhak atas uang saku spd dan lembur.

Demikianlah sedikit informasi mengenai upah lembur , semoga dapat bermanfaat.

Tapi hendaknya kita bijak dalam menyikapi masalah lembur ini,(jsk)

 

clip_image002clip_image002[4]clip_image002[6]clip_image002[8]

Kuliner Pengurus dan Anggota di warung soto…mmmmm

PETARUNG SPNIBA BCA

 

SPNIBA harus berubah… bukan hanya pejuang tapi harus menjadi PETARUNG yang siap bertarung dengan siapa saja, bukan hanya dengan menejemen, dengan union lain pun kita harus siap bertarung” hal ini disampaikan oleh Ketua Umum SPNIBA BCA dalam acara SILATNAS II di Surabaya.

Hal ini disampaikan untuk menghadapi perundingan PKB yang rencana akan dilaksanakan akhir tahun ini, dan sudah kita ketahui bersama bahwa ada tradisi aneh yang selalu terjadi bahwa SPNIBA sebagai single mayority akan mendapat serangan dari union lain dan serangan itu munculnya dua tahun sekali saat menjelang perundingan PKB dengan tujuan ingin menggagalkan SPNIBA untuk menjadi satu-satunya Serikat Pekerja yang mewakili seluruh karyawan BCA dalam perundingan PKB. Serangan dilakukan bukan hanya ke KOMNAS melainkan juga ke seluruh anggota dengan cara menyebarkan email gelap yang tentunya menjelek-jelekkan SPNIBA dan mengobral janji-janji surga ke seluruh karyawan supaya anggota SPNIBA pindah ke union lain dan tidak lagi menjadi Single Mayority. Tapi apakah kita akan percaya begitu saja kepada union yang baru bisa memberi janji dan belum ada pembuktiannya ?

Petarung adalah bagian dari pejuang dan bisa dikatakan bahwa petarung adalah ujung tombak perjuangan, mereka memiliki naluri dan keahlian dalam bertarung, namun dalam hal ini yang dimaksud bukan bertarung secara fisik. Kita sebagai pejuang SPNIBA yang ingin menjadi petarung SPNIBA harus membekali diri dengan perlengkapan bertarung yaitu

1. pemahaman akan PKB dan UU ketenagakerjaan, bagaimana kita mau bertarung bila belum memahami PKB milik kita sendiri ?

2. Komunikasi dan Kekompakan antara Pengurus dengan anggotanya.

Point 1, bisa dilakukan secara individu, namun untuk point 2 tidak mudah untuk dilakukan karena membutuhkan pengorbanan dari kedua belah pihak.

Kita harus benar-benar menyadari bahwa organisasi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya kegiatan rapat, melalui rapat ini pengurus dapat mengaktualisasi diri dengan info-info dari berbagai sumber, dapat membahas kasus dan sekaligus menentukan langkah organisasi yang akan dilakukan sehubungan dengan kasus yang sedang ditangani. Namun pengurus juga seorang karyawan biasa yang tentunya mempunyai tugas dan tanggung jawab pekerjaan. Oleh sebab itu di PKB dijelaskan bahwa dalam melakukan kegiatan organisasi pengurus dapat meninggalkan pekerjaannya dengan pemberitahuan kepada menejemen, bukan mengajukan surat ijin. Kondisi inilah yang seharusnya juga dipahami oleh segenap anggota, karena anggota harus berani berkorban untuk mem back up pekerjaan rekannya yang menjadi pengurus, bukankah pengurus juga telah berkorban untuk kepentingan anggota juga ? Korban tenaga, korban waktu bahkan seringkali biaya dan hari liburnya dikorbankan untuk melakukan kegiatan organisasi dan disaat terjadi konflik dengan menjemen, pengurus harus berani berhadapan dengan menjemen untuk kepentingan anggota juga.

Dan sebagai pengurus harus dapat berkomunikasi dengan anggotanya, harus bisa memilah informasi yang bisa dikonsumsi anggota dan informasi yang bersifat rahasia. Informasi yang bersifat umum harus segera disampaikan ke anggota supaya anggota bisa ikut terlibat dalam kegiatan organisasi. Sebagai contoh adalah kekompakan saudara saudara kita di Jawa Timur, mereka sangat antusias bahkan mau berkorban biaya dan tenaga, seperti saat acara Pelantkan Bersama pengurus Jateng & DIY tanggal 25 Juli 2009 yang lalu. Peserta dari Jawa Timur ± 100 orang bahkan dari Banyuwangi mau menempuh perjalanan darat dengan waktu tempuh ±12 jam dan tentunya mereka juga merogoh sakunya untuk dapat sampai ke Yogyakarta. Bagaimana dengan kita yang ada di Jawa Tengah ? Berbagai alas an bermunculan untuk tidak hadir dalam acara tsb, bahkan dari LITBANG Komwil menemukan di beberapa KOMCAB anggotanya berkomentar bahwa tidak mengetahui kalau ada kegiatan tsb. Hal ini menunjukkan bahwa mata rantai komunikasi pengurus dengan anggotanya telah terputus, hal ini bisa disebabkan oleh pengurus yang hanya menempel pengumuman tanpa melakukan pendekatan dan penjelasan pada anggota dan bisa juga anggota tidak peduli dengan kegiatan organisasi.

Kalau masalah komunikasi antara pengurus dan anggota ini tidak segera dibenahi maka instruksi instruksi organisasi dari KOMNAS tidak akan berjalan di Komcab-Komcab, dan kehancuran SPNIBA ada di depan mata kita.

Diskriminasi dan intimidasi akan bermunculan di mana mana dan BCA yang kita cintai akan kembali seperti jaman bahoela. (JSK)

Wednesday, April 15, 2009

Jangan dikit-dikit lapor SP !!!

Kalimat di atas tentunya pernah kita dengar diucapkan oleh menejemen, mengapa ?

Marilah kita pahami alur kerja dari apa yang dinamakan struktur organisasi. Lazimnya struktur yang ada di bawah adalah staff lalu Kepala Bagian di atasnya ada Kepala Bidang , diatasnya lagi ada Wapim dan yang paling atas di cabang adalah Kepala Cabang.

Urutan itu menunjukkan alur tanggung jawabnya, staff bertanggung jawab pada Kabag, Kabag bertanggung jawab pada Kabid dan seterusnya. Bila terjadi permasalahan di level staff seharusnya di bicarakan langsung ke atasannya yaitu Kabag kalau tidak selesai maka permasalahan akan di teruskan ke Kabid dan seterusnya.

Kalau alur ini sudah benar-benar dijalankan maka tidak akan ada lagi keluhan ke SP. Lalu mengapa staff menempuh jalan untuk mengadu ke SP ? karena sejak jaman sebelum ada SP, mata rantai struktur organisasi itu sudah putus sehingga keluhan staff hanya akan berhenti di kabagnya, atau bisa juga permasalahan sudah diteruskan ke tingkat yang lebih tinggi namun tidak ada penyelesaian bahkan bisa juga diabaikan. Kondisi semacam ini membuat staff tidak percaya lagi pada kemampuan atasannya dalam menyelesaikan permasalahan. Mereka merasa tidak mendapatkan perlindungan yang seharusnya bisa mereka peroleh dari atasan langsungnya. Bahkan ada juga atasan yang selalu melaporkan kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan anak buahnya yang seharusnya bisa ditanganinya ke level yang lebih tinggi dan anehnya yang mendapat laporan langsung menindak lanjuti ke bawah.Lalu apa fungsi dari atasan langsung ? Hanya mengawasi dan melaporkan tanpa ada fungsi pembinaan ?

Dengan hadirnya SP yang mampu memperjuangkan keamanan dan kenyamanan anggotanya dalam bekerja maka mereka lebih suka mengadu ke SP daripada ke atasannya dan ini adalah hak setiap anggota Serikat Pekerja. Dan mengapa menejemen merasa risih bila bersinggungan dengan SP ? bukankah apa yang dilakukan SP adalah suatu kontrol buat menejemen ?

Jadi bila seorang atasan mengucapkan “Jangan dikit-dikit lapor ke SP” maka yang perlu dilakukan adalah INTROSPEKSI DIRI. (Yusak)

Sunday, March 22, 2009

Silaturahmi KOMWIL dan KOMCAB SPNIBA BCA Jateng & DIY

Solo, 20 Maret 2009

foto bersama

Pada hari Jum’at tanggal 20 Maret 2009 KOMWIL SPNIBA BCA Jateng dan DIY mengadakan acara silaturahmi ke KOMCAB Solo, acara ini dihadiri oleh seluruh pengurus Komwil dan juga tiap-tiap Komcab mengirim 2 orang wakilnya. Agenda acara tsb adalah berslaturahmi dengan menejemen cabang Solo dan Solo II, namun Kepala KCU Solo berhalangan hadir dan KOC Solo juga sedang sibuk, sehingga menejemen Solo diwakili oleh KPC Solo (yah…hanya ada seorang wakil menejemen) untuk bersilaturahmi dengan Komwil dan Komcab. Semoga di lain waktu bisa bersilaturahmi lagi ke Solo dan bertemu menejemen Solo FULL TEAM. Acara silaturahmi juga dilakukan ke KCU Solo II yang diterima oleh Kepala KCU Solo II dengan sangat WELLCOME, acara silaturahmi di Solo II ditutup dengan jamuan makan oleh Kepala KCU dan KOC Solo II di Rumah makan Soto Gading.

Selesai bersilaturahmi dengan menejemen, acara dilanjutkan dengan evaluasi hasil Rakerwil Purwokerto yang dilaksanakan di ruang rapat KCU Solo. Beberapa hal yang di evaluasi adalah :

  1. Mengenakan seragam Komcab secara serentak di Jateng & DIY pada hari Jum’at minggu ke IV setiap bulannya. Kesepakatan ini ternyata tidak berjalan seperti yang diharapkan karena ada beberapa Komcab yang belum siap dengan seragamnya. Dan telah disepakati kembali untuk mengenakan seragam Komcab serempak se Jateng & DIY tiap tiga bulan sekali di hari Jum’at minggu ke IV.
  2. Uang pangkal untuk keanggotaan baru tetap dijalankan dan tetap ada dispensasi dengan persetujuan Ketua Komwil.

Dalam kesempatan ini juga dibahas beberapa hal, al:

  1. Pelantikan bersama Komcab-Komcab yang akan diadakan di Solo bulan Mei 2009, mengenai tanggal pelaksanaan diserahkan ke Bidang Organisasi Komwil dan akan segera di umumkan ke Komcab-komcab. Dalam hal pelaksanaan acara ini Bidang Organisasi dibantu oleh Bidang DIKLAT.
  2. Acara pelantikan bersama akan dilaksanakan di hari libur dengan peserta WAJIB dari Segenap Pengurus Komwil, segenap Pengurus Komcab dan diharapkan tiap Komcab dapat mengerahkan anggotanya untuk menghadiri acara tsb. Komwil juga akan mengundang KOMNAS dan KOMWIL/KOMDA di luar Jateng & DIY.
  3. Komcab harus mengadakan pembicaraan dengan menejemen cabang mengenai pembagian bonus 2008 supaya dapat dimaksimalkan, tidak rata kiri, sehingga ada perbedaan bonus yang diterima berdasarkan nilai PA/PM, namun tetap juga harus memperhatikan aturan yang berlaku.
  4. Uang saku perjalanan dinas Komcab dan Komwil dinaikkan menjadi Rp 75.000,- /orang/hari.
  5. Gagal debet rekening a/ iuran keanggotaan harap segera ditindak lanjuti oleh masing-masing Komcab, biasanya hal ini disebabkan oleh rekening yang di daftarkan bukan rekening gaji.
  6. Bidang Organisasi diminta untuk dapat segera merealisasikan pembentukan KOMCAB SOLO II, dan untuk pembentukan Komcab Tegal akan di support oleh Ketua Komwil.

DSC_0127

Acara silaturahmi ini juga dihadiri tamu undangan khusus yaitu Bp.Aminoto Unzier beliau adalah salah satu pengurus KOMNAS yang saat ini bertugas di KCP Majenang – Cilacap, dalam perkenalannya beliau menyampaikan bahwa akan membangun kerja sama dengan Pengurus Komwil dan Komcab terutama dalam hal informasi-informasi penting dan aktual .

Semoga dengan kehadiran Komnas di Jateng & DIY segenap perangkat organisasi di Jateng & DIY dapat semakin solid dan berkembang tapi tentunya tanpa arogansi.

HIDUP KOMWIL SPNIBA JATENG & DIY !!!

jsk/mgl

Tuesday, March 17, 2009

UNDANG-UNDANG PELAYANAN PUBLIK

Menurut kabar berita, RUU Pelayanan Publik (RUU PP) akan segera disahkan menjadi UU Pelayan Publik, RUU ini bertujuan memberikan arahan bagi Penyelenggara Pelayan Publik untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat. RUU ini akan mewajibkan setiap penyelenggara pelayanan publik untuk mempunyai standar pelayanan.

Yang melatarbelakangi adanya RUU ini adalah citra layanan publik di Indonesia dipandang tidak berpihak pada masyarakat yang membutuhkan layanan antara lain birokrasi yang bertele-tele, petugas birokrasinya tidak profesional dan ujung-ujungnya duit. Bahkan World Bank dalam World Development Report 2004 memberikan stigma bahwa layanan publik di Indonesia sulit di akses oleh orang miskin, dan menjadi pemicu ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang pada akhirnya membebani masyarakat. (Tulus Abadi-Tempo Interaktif)

Tujuan RUU PP ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik serta memberi perlindungan bagi warga negara dari penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Contoh dari palayanan publik ini adalah pengurusan surat-surat ke lembaga pemerintah (samsat, pertanahan dll) apakah masyarakat tahu tarifnya ? jangka waktu penyelesaiannya ?

Lalu apa hubungannya dengan kita, karyawan PT.Bank Central Asia, Tbk. ?

Dalam Pasal 1 RUU PP disebutkan bahwa penyelenggara pelayanan publik adalah penyelenggara negara, korporasi penyelenggara pelayanan publik, dan lembaga independen yang dibentuk oleh pemerintah. Jadi kita bisa digolongkan ke korporasi penyelenggara pelayanan publik.

Dalam pasal 16 disebutkan adanya kewajiban menyusun standar pelayanan antara lain meliputi persyaratan, prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan, kompetensi petugas, pengawasan intern, penanganan pengaduan dan jaminan pelayanan.

Dalam pasal 37 disebutkan bahwa setiap penyelenggara wajib melakukan penilaian kinerja penyelenggaraan pelayanan publik secara periodik yang dilakukan melalui survai indeks kepuasan masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam pasal 40 (1) disebutkan masyarakat dapat menggugat atau menuntut penyelenggara atau aparat melalui Peradilan Tata Usaha Negara dalam hal tidak memberikan pelayanan yang semestinya menurut standar pelayanan, (2) gugatan dapat dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat yg memenuhi syarat.

Dalam pasal 44 disebutkan mengenai sangsi untuk penyelenggara yaitu pemberian peringatan, pembayaran ganti rugi dan atau pengenaan denda. Sedangkan untuk aparat dikenakan sangsi administratif berupa pemberian peringatan, pengurangan gaji dalam waktu tertentu, pembayaran ganti rugi, penundaan atau penurunan pangkat atau golongan, pepmbebasan tugas dari jabatan dalam waktu tertentu, pemberhentian dengan hormat atau dengan tidak hormat.

Bayangkan jika teller “dianggap” tidak melayani sesuai dgn standar layanan atau admin kredit salah memberi rate bunga ke nasabah atau PO salah melakukan prosedur kliring sehingga nasabah merasa dirugikan, kita bisa digugat ke PTUN dan bila kita dinyatakan bersalah maka kita akan dikenai sangsi sesuai undang-undang.

Kalau kita melihat RUU PP dari sisi masyarakat adalah suatu kemajuan untuk meningkatkan layanan publik, tapi bagaimana kalau kita lihat dari sisi kita sebagai aparat penyelenggara layanan publik ?

Dalam hal kita melanggar standar layanan kita bisa dituntut ke PTUN dan dikenai sangsi seperti yg telah disebutkan di atas, sedangkan di PKB IV sangsi atas tidak dilakukannya SMART adalah maksimal TEGURAN LISAN.

Kalau RUU PP ini ditetapkan oleh pemerintah menjadi UU Pelayanan Publik maka tugas buat SPNIBA BCA supaya merumuskan standar layanan maupun hal-hal lain sehubungan dengan undang-undang pelayanan publik ini bersama dengan menejemen, sehingga tidak memberatkan seluruh karyawan PT.Bank Central Asia Tbk. (jsk)

Download RUU Pelayanan Publik

Monday, March 16, 2009

Album Foto Komcab MAgelang

Apa artinya Pengurus SPNIBA tanpa dukungan Anggotanya ?

HIDUP SPNIBA !!!

HIDUP KOMCAB MAGELANG !!!

Surat KOMCAB perihal Agent Of Change

agent of change_Page_1

 agent of change_Page_2

agent of change_Page_3

Thursday, March 12, 2009

Apakah Anda Berpotensi menjadi Pemimpin?

by Resensi

Mari sejenak kita merenung sambil mencoba menjawab lima buah pertanyaan yang diajukan oleh Donald A. Laird, seorang psikolog, berikut ini;

1. Apakah Anda mampu menegur tanpa menimbulkan kemarahan?
2. Apakah Anda mampu menolak tanpa mengecilkan arti?
3. Apakah Anda mampu tertawa bersama bila kelucuan itu menyangkut diri Anda sendiri?
4. Apakah Anda mampu memelihara semangat jika menghadapi suatu kegagalan?
5. Apakah Anda mampu tenang jika harus menghadapi situasi darurat?

Pertanyaan di atas merupakan cara pengukuran yang sederhana untuk menilai apakah seseorang berpotensi untuk menjadi pemimpin. Apabila jawaban anda adalah “mampu” untuk semua pertanyaan di atas, maka anda mempunyai potensi untuk menjadi seorang pemimpin. Selamat!

017/KOMNAS/SP NIBA BCA/II/2009

Hasil lanjutan pembahasan Car Pooling

Hasil Pembahasan Car Pooling_Page_1

Hasil Pembahasan Car Pooling_Page_2

Hasil Pembahasan Car Pooling_Page_3

015/KOMNAS/SP NIBA BCA/II/2009

Hasil Pertemuan KOMNAS SP NIBA BCA dengan Direksi BCA

Hasil Pertemuan KOMNAS SP NIBA BCA dengan Direksi_Page_1

Hasil Pertemuan KOMNAS SP NIBA BCA dengan Direksi_Page_2

Tuesday, March 10, 2009

Setan atau Malaikat?

By : Resensi

Mahluk yang paling menakjubkan adalah manusia, karena dia bisa memilih untuk menjadi “setan atau malaikat”.
–John Scheffer-

Dari pinggir kaca nako, di antara celah kain gorden, saya melihat lelaki itu mondar-mandir di depan rumah. Matanya berkali-kali melihat ke rumah saya. Tangannya yang dimasukkan ke saku celana, sesekali mengelap keringat di keningnya.

Dada saya berdebar menyaksikannya. Apa maksud remaja yang bisa jadi umurnya tak jauh dengan anak sulung saya yang baru kelas 2 SMU itu? Melihat tingkah lakunya yang gelisah, tidakkah dia punya maksud buruk dengan keluarga saya? Mau merampok? Bukankah sekarang ini orang merampok tidak lagi mengenal waktu? Siang hari saat orang-orang lalu-lalang pun penodong bisa beraksi, seperti yang banyak diberitakan koran. Atau dia punya masalah dengan Yudi, anak saya?
Kenakalan remaja saat ini tidak lagi enteng. Tawuran telah menjadikan puluhan remaja meninggal. Saya berdoa semoga lamunan itu salah semua. Tapi mengingat peristiwa buruk itu bisa saja terjadi, saya mengunci seluruh pintu dan jendela rumah. Di rumah ini, pukul sepuluh pagi seperti ini, saya hanya seorang diri. Kang Yayan, suami saya, ke kantor. Yudi sekolah, Yuni yang sekolah sore pergi les Inggris, dan Bi Nia sudah seminggu tidak masuk.

Jadi kalau lelaki yang selalu memperhatikan rumah saya itu menodong, saya bisa apa? Pintu pagar rumah memang terbuka. Siapa saja bisa masuk.

Tapi mengapa anak muda itu tidak juga masuk? Tidakkah dia menunggu sampai tidak ada orang yang memergoki? Saya sedikit lega saat anak muda itu berdiri di samping tiang telepon. Saya punya pikiran lain. Mungkin dia sedang menunggu seseorang, pacarnya, temannya, adiknya, atau siapa saja yang janjian untuk bertemu di tiang telepon itu. Saya memang tidak mesti berburuk sangka seperti tadi. Tapi dizaman ini, dengan peristiwa-peristiwa buruk, tenggang rasa yang semakin menghilang, tidakkah rasa curiga lebih baik daripada lengah?

Saya masih tidak beranjak dari persembunyian, di antara kain gorden, di samping kaca nako. Saya masih was-was karena anak muda itu sesekali masih melihat ke rumah. Apa maksudnya? Ah, bukankah banyak pertanyaan di dunia ini yang tidak ada jawabannya.

Terlintas di pikiran saya untuk menelepon tetangga. Tapi saya takut jadi ramai. Bisa-bisa penduduk se-kompleks mendatangi anak muda itu. Iya kalau anak itu ditanya-tanya secara baik, coba kalau belum apa-apa ada yang memukul.

Tiba-tiba anak muda itu membalikkan badan dan masuk ke halaman rumah. Debaran jantung saya mengencang kembali. Saya memang mengidap penyakit jantung. Tekad saya untuk menelepon tetangga sudah bulat, tapi kaki saya tidak bisa melangkah. Apalagi begitu anak muda itu mendekat, saya ingat, saya pernah melihatnya dan punya pengalaman buruk dengannya. Tapi anak muda itu tidak lama di teras rumah. Dia hanya memasukkan sesuatu ke celah di atas pintu dan bergegas pergi. Saya masih belum bisa mengambil benda itu karena kaki saya masih lemas.

Saya pernah melihat anak muda yang gelisah itu di jembatan penyeberangan, entah seminggu atau dua minggu yang lalu. Saya pulang membeli bumbu kue waktu itu. Tiba-tiba di atas jembatan penyeberangan, saya ada yang menabrak, saya hampir jatuh. Si penabrak yang tidak lain adalah anak muda yang gelisah dan mondar-mandir di depan rumah itu, meminta maaf dan bergegas mendahului saya. Saya jengkel, apalagi begitu sampai di rumah saya tahu dompet yang disimpan di kantong plastik, disatukan dengan bumbu kue, telah raib.

Dan hari ini, lelaki yang gelisah dan si penabrak yang mencopet itu, mengembalikan dompet saya lewat celah di atas pintu. Setelah saya periksa, uang tiga ratus ribu lebih, cincin emas yang selalu saya simpan di dompet bila bepergian, dan surat-surat penting, tidak ada yang berkurang.

Lama saya melihat dompet itu dan melamun. Seperti dalam dongeng. Seorang anak muda yang gelisah, yang siapa pun saya pikir akan mencurigainya, dalam situasi perekonomian yang morat-marit seperti ini, mengembalikan uang yang telah digenggamnya. Bukankah itu ajaib, seperti dalam dongeng. Atau hidup ini memang tak lebih dari sebuah dongengan?

Bersama dompet yang dimasukkan ke kantong plastik hitam itu saya menemukan surat yang dilipat tidak rapi. Saya baca surat yang berhari-hari kemudian tidak lepas dari pikiran dan hati saya itu. Isinya seperti ini:

—–

“Ibu yang baik…, maafkan saya telah mengambil dompet Ibu. Tadinya saya mau mengembalikan dompet Ibu saja, tapi saya tidak punya tempat untuk mengadu, maka saya tulis surat ini, semoga Ibu mau membacanya.

Sudah tiga bulan saya berhenti sekolah. Bapak saya di-PHK dan tidak mampu membayar uang SPP yang berbulan-bulan sudah nunggak, membeli alat-alat sekolah dan memberi ongkos. Karena kemampuan keluarga yang minim itu saya berpikir tidak apa-apa saya sekolah sampai kelas 2 STM saja. Tapi yang membuat saya sakit hati, Bapak kemudian sering mabuk dan judi buntut yang beredar sembunyi-sembunyi itu.

Adik saya yang tiga orang, semuanya keluar sekolah. Emak berjualan goreng-gorengan yang dititipkan di warung-warung. Adik-adik saya membantu mengantarkannya. Saya berjualan koran, membantu-bantu untuk beli beras.

Saya sadar, kalau keadaan seperti ini, saya harus berjuang lebih keras. Saya mau melakukannya. Dari pagi sampai malam saya bekerja. Tidak saja jualan koran, saya juga membantu nyuci piring di warung nasi dan kadang (sambil hiburan) saya ngamen. Tapi uang yang pas-pasan itu (Emak sering gagal belajar menabung dan saya maklum), masih juga diminta Bapak untuk memasang judi kupon gelap. Bilangnya nanti juga diganti kalau angka tebakannya tepat. Selama ini belum pernah tebakan Bapak tepat. Lagi pula Emak yang taat beribadah itu tidak akan mau menerima uang dari hasil judi, saya yakin itu.

Ketika Bapak semakin sering meminta uang kepada Emak, kadang sambil marah-marah dan memukul, saya tidak kuat untuk diam. Saya mengusir Bapak. Dan begitu Bapak memukul, saya membalasnya sampai Bapak terjatuh-jatuh. Emak memarahi saya sebagai anak laknat. Saya sakit hati. Saya bingung. Mesti bagaimana saya?

Saat Emak sakit dan Bapak semakin menjadi dengan judi buntutnya, sakit hati saya semakin menggumpal, tapi saya tidak tahu sakit hati oleh siapa. Hanya untuk membawa Emak ke dokter saja saya tidak sanggup. Bapak yang semakin sering tidur entah di mana, tidak perduli. Hampir saya memukulnya lagi.

Di jalan, saat saya jualan koran, saya sering merasa punya dendam yang besar tapi tidak tahu dendam oleh siapa dan karena apa. Emak tidak bisa ke dokter. Tapi orang lain bisa dengan mobil mewah melenggang begitu saja di depan saya, sesekali bertelepon dengan handphone. Dan di seberang stopan itu, di warung jajan bertingkat, orang-orang mengeluarkan ratusan ribu untuk sekali makan.

Maka tekad saya, Emak harus ke dokter. Karena dari jualan koran tidak cukup, saya merencanakan untuk mencopet. Berhari-hari saya mengikuti bus kota, tapi saya tidak pernah berani menggerayangi saku orang. Keringat dingin malah membasahi baju. Saya gagal jadi pencopet.

Dan begitu saya melihat orang-orang belanja di toko, saya melihat Ibu memasukkan dompet ke kantong plastik. Maka saya ikuti Ibu. Di atas jembatan penyeberangan, saya pura-pura menabrak Ibu dan cepat mengambil dompet. Saya gembira ketika mendapatkan uang 300 ribu lebih.

Saya segera mendatangi Emak dan mengajaknya ke dokter. Tapi Ibu…, Emak malah menatap saya tajam. Dia menanyakan, dari mana saya dapat uang. Saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu tabungan saya, atau meminjam dari teman. Tapi saya tidak bisa berbohong. Saya mengatakan sejujurnya, Emak mengalihkan pandangannya begitu saya selesai bercerita.

Di pipi keriputnya mengalir butir-butir air. Emak menangis. Ibu…, tidak pernah saya merasakan kebingungan seperti ini. Saya ingin berteriak. Sekeras-kerasnya. Sepuas-puasnya. Dengan uang 300 ribu lebih sebenarnya saya bisa makan-makan, mabuk, hura-hura. Tidak apa saya jadi pencuri. Tidak perduli dengan Ibu, dengan orang-orang yang kehilangan. Karena orang-orang pun tidak perduli kepada saya. Tapi saya tidak bisa melakukannya. Saya harus mengembalikan dompet Ibu. Maaf.”

—–

Surat tanpa tanda tangan itu berulang kali saya baca. Berhari-hari saya mencari-cari anak muda yang bingung dan gelisah itu. Di setiap stopan tempat puluhan anak-anak berdagang dan mengamen. Dalam bus-bus kota. Di taman-taman. Tapi anak muda itu tidak pernah kelihatan lagi. Siapapun yang berada di stopan, tidak mengenal anak muda itu ketika saya menanyakannya.

Lelah mencari, di bawah pohon rindang, saya membaca dan membaca lagi surat dari pencopet itu. Surat sederhana itu membuat saya tidak tenang. Ada sesuatu yang mempengaruhi pikiran dan perasaan saya. Saya tidak lagi silau dengan segala kemewahan. Ketika Kang Yayan membawa hadiah-hadiah istimewa sepulang kunjungannya ke luar kota, saya tidak segembira biasanya.Saya malah mengusulkan oleh-oleh yang biasa saja.

Kang Yayan dan kedua anak saya mungkin aneh dengan sikap saya akhir-akhir ini. Tapi mau bagaimana, hati saya tidak bisa lagi menikmati kemewahan. Tidak ada lagi keinginan saya untuk makan di tempat-tempat yang harganya ratusan ribu sekali makan, baju-baju merk terkenal seharga jutaan, dan sebagainya.

Saya menolaknya meski Kang Yayan bilang tidak apa sekali-sekali. Saat saya ulang tahun, Kang Yayan menawarkan untuk merayakan di mana saja. Tapi saya ingin memasak di rumah, membuat makanan, dengan tangan saya sendiri. Dan siangnya, dengan dibantu Bi Nia, lebih seratus bungkus nasi saya bikin. Diantar Kang Yayan dan kedua anak saya, nasi-nasi bungkus dibagikan kepada para pengemis, para pedagang asongan dan pengamen yang banyak di setiap stopan.

Di stopan terakhir yang kami kunjungi, saya mengajak Kang Yayan dan kedua anak saya untuk makan bersama. Diam-diam air mata mengalir dimata saya.

Yuni menghampiri saya dan bilang, “Mama, saya bangga jadi anak Mama.” Dan saya ingin menjadi Mama bagi ribuan anak-anak lainnya.

Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)

Motivasi Juga Penentu Nasib

Di zaman dahulu ada seorang Jendral dari negeri Tiongkok kuno yang mendapat
tugas untuk memimpin pasukan melawan musuh yang jumlahnya sepuluh kali lipat
lebih banyak. Mendengar kondisi musuh yang tak seimbang, seluruh prajuritnya
gentar kalau-kalau akan menderita kekalahan.

Dalam perjalanan menuju medan perang, Jendral itu berhenti di sebuah altar
vihara. Ia sembahyang dan berdoa meminta petunjuk para dewa. Sedangkan
prajuritnya menanti di luar vihara dengan harap-harap cemas. Tak lama
kemudian, sang Jendral keluar dari vihara.
Ia berteriak pada seluruh pasukannya, “Kita telah mendapat petunjuk dari
langit.” Lalu ia mengeluarkan koin emas simbol kerajaan dari sakunya. Sambil
mengacungkan koin itu ke udara ia berkata, “Sekarang, kita lihat apa kata
nasib. Mari kita adakan toss. Bila kepala yang muncul, maka kita akan
menang. Tapi bila ekor yang muncul, kita akan kalah. Hidup kita tergantung
pada nasib.”

Jendral lalu melempar koin emas itu ke udara. Koin emas pun berputar-putar
di udara. Lalu jatuh berguling-guling di tanah. Seluruh pasukan mengamati
apa yang muncul. Setelah agak lama menggelinding ke sana-kemari, koin itu
terhenti. Dan yang muncul adalah KEPALA. Kontan seluruh pasukan berteriak
kesenangan. “Hore..! Kita akan menang. Nasib berpihak pada kita, Ayo serbu
dan hancurkan musuh. Kemenangan telah pasti.”

Dengan penuh semangat Jendral dan pasukan itu bergerak menuju medan perang.
Pertempuran berlangsung dengan sengit. Ternyata dengan keyakinan dan tekad
yang membaja akhirnya musuh yang tak terhingga banyaknya dapat dikalahkan.
Jendral dan seluruh pasukannya betul-betul senang. Seorang prajurit berkata,
“Sudah kehendak langit, maka tak ada yang bisa mengubah nasib.”

Sesampai di ibu kota mereka disambut meriah oleh seluruh penduduk. Raja pun
terkagum-kagum mendengar kisah peperangan yang dashyat itu. Beliau bertanya
pada sang Jendral bagaimana ia mampu mengobarkan semangat pasukannya hingga
begitu gagah berani. Sang Jendral kemudian menyerahkan koin emasnya pada
Raja sambil berkata, “Paduka, inilah yang memberikan mereka nasib baik.”

Raja menerima dan mengamati koin emas itu yang ternyata kedua sisinya
bergambar: KEPALA..!

Pojok Renungan:
Langit adalah adil, dan tidak ada orang yang dikecualikan. Yang bisa
menolong dirimu adalah dirimu sendiri.

(adapted from The Book of ZEN -
Freedom of The Mind” - Tsai Chih Chung)

GEMA Bulletin KOMCAB Magelang

GEMA