Sunday, March 22, 2009

Silaturahmi KOMWIL dan KOMCAB SPNIBA BCA Jateng & DIY

Solo, 20 Maret 2009

foto bersama

Pada hari Jum’at tanggal 20 Maret 2009 KOMWIL SPNIBA BCA Jateng dan DIY mengadakan acara silaturahmi ke KOMCAB Solo, acara ini dihadiri oleh seluruh pengurus Komwil dan juga tiap-tiap Komcab mengirim 2 orang wakilnya. Agenda acara tsb adalah berslaturahmi dengan menejemen cabang Solo dan Solo II, namun Kepala KCU Solo berhalangan hadir dan KOC Solo juga sedang sibuk, sehingga menejemen Solo diwakili oleh KPC Solo (yah…hanya ada seorang wakil menejemen) untuk bersilaturahmi dengan Komwil dan Komcab. Semoga di lain waktu bisa bersilaturahmi lagi ke Solo dan bertemu menejemen Solo FULL TEAM. Acara silaturahmi juga dilakukan ke KCU Solo II yang diterima oleh Kepala KCU Solo II dengan sangat WELLCOME, acara silaturahmi di Solo II ditutup dengan jamuan makan oleh Kepala KCU dan KOC Solo II di Rumah makan Soto Gading.

Selesai bersilaturahmi dengan menejemen, acara dilanjutkan dengan evaluasi hasil Rakerwil Purwokerto yang dilaksanakan di ruang rapat KCU Solo. Beberapa hal yang di evaluasi adalah :

  1. Mengenakan seragam Komcab secara serentak di Jateng & DIY pada hari Jum’at minggu ke IV setiap bulannya. Kesepakatan ini ternyata tidak berjalan seperti yang diharapkan karena ada beberapa Komcab yang belum siap dengan seragamnya. Dan telah disepakati kembali untuk mengenakan seragam Komcab serempak se Jateng & DIY tiap tiga bulan sekali di hari Jum’at minggu ke IV.
  2. Uang pangkal untuk keanggotaan baru tetap dijalankan dan tetap ada dispensasi dengan persetujuan Ketua Komwil.

Dalam kesempatan ini juga dibahas beberapa hal, al:

  1. Pelantikan bersama Komcab-Komcab yang akan diadakan di Solo bulan Mei 2009, mengenai tanggal pelaksanaan diserahkan ke Bidang Organisasi Komwil dan akan segera di umumkan ke Komcab-komcab. Dalam hal pelaksanaan acara ini Bidang Organisasi dibantu oleh Bidang DIKLAT.
  2. Acara pelantikan bersama akan dilaksanakan di hari libur dengan peserta WAJIB dari Segenap Pengurus Komwil, segenap Pengurus Komcab dan diharapkan tiap Komcab dapat mengerahkan anggotanya untuk menghadiri acara tsb. Komwil juga akan mengundang KOMNAS dan KOMWIL/KOMDA di luar Jateng & DIY.
  3. Komcab harus mengadakan pembicaraan dengan menejemen cabang mengenai pembagian bonus 2008 supaya dapat dimaksimalkan, tidak rata kiri, sehingga ada perbedaan bonus yang diterima berdasarkan nilai PA/PM, namun tetap juga harus memperhatikan aturan yang berlaku.
  4. Uang saku perjalanan dinas Komcab dan Komwil dinaikkan menjadi Rp 75.000,- /orang/hari.
  5. Gagal debet rekening a/ iuran keanggotaan harap segera ditindak lanjuti oleh masing-masing Komcab, biasanya hal ini disebabkan oleh rekening yang di daftarkan bukan rekening gaji.
  6. Bidang Organisasi diminta untuk dapat segera merealisasikan pembentukan KOMCAB SOLO II, dan untuk pembentukan Komcab Tegal akan di support oleh Ketua Komwil.

DSC_0127

Acara silaturahmi ini juga dihadiri tamu undangan khusus yaitu Bp.Aminoto Unzier beliau adalah salah satu pengurus KOMNAS yang saat ini bertugas di KCP Majenang – Cilacap, dalam perkenalannya beliau menyampaikan bahwa akan membangun kerja sama dengan Pengurus Komwil dan Komcab terutama dalam hal informasi-informasi penting dan aktual .

Semoga dengan kehadiran Komnas di Jateng & DIY segenap perangkat organisasi di Jateng & DIY dapat semakin solid dan berkembang tapi tentunya tanpa arogansi.

HIDUP KOMWIL SPNIBA JATENG & DIY !!!

jsk/mgl

Tuesday, March 17, 2009

UNDANG-UNDANG PELAYANAN PUBLIK

Menurut kabar berita, RUU Pelayanan Publik (RUU PP) akan segera disahkan menjadi UU Pelayan Publik, RUU ini bertujuan memberikan arahan bagi Penyelenggara Pelayan Publik untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat. RUU ini akan mewajibkan setiap penyelenggara pelayanan publik untuk mempunyai standar pelayanan.

Yang melatarbelakangi adanya RUU ini adalah citra layanan publik di Indonesia dipandang tidak berpihak pada masyarakat yang membutuhkan layanan antara lain birokrasi yang bertele-tele, petugas birokrasinya tidak profesional dan ujung-ujungnya duit. Bahkan World Bank dalam World Development Report 2004 memberikan stigma bahwa layanan publik di Indonesia sulit di akses oleh orang miskin, dan menjadi pemicu ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang pada akhirnya membebani masyarakat. (Tulus Abadi-Tempo Interaktif)

Tujuan RUU PP ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik serta memberi perlindungan bagi warga negara dari penyalahgunaan wewenang dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Contoh dari palayanan publik ini adalah pengurusan surat-surat ke lembaga pemerintah (samsat, pertanahan dll) apakah masyarakat tahu tarifnya ? jangka waktu penyelesaiannya ?

Lalu apa hubungannya dengan kita, karyawan PT.Bank Central Asia, Tbk. ?

Dalam Pasal 1 RUU PP disebutkan bahwa penyelenggara pelayanan publik adalah penyelenggara negara, korporasi penyelenggara pelayanan publik, dan lembaga independen yang dibentuk oleh pemerintah. Jadi kita bisa digolongkan ke korporasi penyelenggara pelayanan publik.

Dalam pasal 16 disebutkan adanya kewajiban menyusun standar pelayanan antara lain meliputi persyaratan, prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan, kompetensi petugas, pengawasan intern, penanganan pengaduan dan jaminan pelayanan.

Dalam pasal 37 disebutkan bahwa setiap penyelenggara wajib melakukan penilaian kinerja penyelenggaraan pelayanan publik secara periodik yang dilakukan melalui survai indeks kepuasan masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam pasal 40 (1) disebutkan masyarakat dapat menggugat atau menuntut penyelenggara atau aparat melalui Peradilan Tata Usaha Negara dalam hal tidak memberikan pelayanan yang semestinya menurut standar pelayanan, (2) gugatan dapat dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat yg memenuhi syarat.

Dalam pasal 44 disebutkan mengenai sangsi untuk penyelenggara yaitu pemberian peringatan, pembayaran ganti rugi dan atau pengenaan denda. Sedangkan untuk aparat dikenakan sangsi administratif berupa pemberian peringatan, pengurangan gaji dalam waktu tertentu, pembayaran ganti rugi, penundaan atau penurunan pangkat atau golongan, pepmbebasan tugas dari jabatan dalam waktu tertentu, pemberhentian dengan hormat atau dengan tidak hormat.

Bayangkan jika teller “dianggap” tidak melayani sesuai dgn standar layanan atau admin kredit salah memberi rate bunga ke nasabah atau PO salah melakukan prosedur kliring sehingga nasabah merasa dirugikan, kita bisa digugat ke PTUN dan bila kita dinyatakan bersalah maka kita akan dikenai sangsi sesuai undang-undang.

Kalau kita melihat RUU PP dari sisi masyarakat adalah suatu kemajuan untuk meningkatkan layanan publik, tapi bagaimana kalau kita lihat dari sisi kita sebagai aparat penyelenggara layanan publik ?

Dalam hal kita melanggar standar layanan kita bisa dituntut ke PTUN dan dikenai sangsi seperti yg telah disebutkan di atas, sedangkan di PKB IV sangsi atas tidak dilakukannya SMART adalah maksimal TEGURAN LISAN.

Kalau RUU PP ini ditetapkan oleh pemerintah menjadi UU Pelayanan Publik maka tugas buat SPNIBA BCA supaya merumuskan standar layanan maupun hal-hal lain sehubungan dengan undang-undang pelayanan publik ini bersama dengan menejemen, sehingga tidak memberatkan seluruh karyawan PT.Bank Central Asia Tbk. (jsk)

Download RUU Pelayanan Publik

Monday, March 16, 2009

Album Foto Komcab MAgelang

Apa artinya Pengurus SPNIBA tanpa dukungan Anggotanya ?

HIDUP SPNIBA !!!

HIDUP KOMCAB MAGELANG !!!

Surat KOMCAB perihal Agent Of Change

agent of change_Page_1

 agent of change_Page_2

agent of change_Page_3

Thursday, March 12, 2009

Apakah Anda Berpotensi menjadi Pemimpin?

by Resensi

Mari sejenak kita merenung sambil mencoba menjawab lima buah pertanyaan yang diajukan oleh Donald A. Laird, seorang psikolog, berikut ini;

1. Apakah Anda mampu menegur tanpa menimbulkan kemarahan?
2. Apakah Anda mampu menolak tanpa mengecilkan arti?
3. Apakah Anda mampu tertawa bersama bila kelucuan itu menyangkut diri Anda sendiri?
4. Apakah Anda mampu memelihara semangat jika menghadapi suatu kegagalan?
5. Apakah Anda mampu tenang jika harus menghadapi situasi darurat?

Pertanyaan di atas merupakan cara pengukuran yang sederhana untuk menilai apakah seseorang berpotensi untuk menjadi pemimpin. Apabila jawaban anda adalah “mampu” untuk semua pertanyaan di atas, maka anda mempunyai potensi untuk menjadi seorang pemimpin. Selamat!

017/KOMNAS/SP NIBA BCA/II/2009

Hasil lanjutan pembahasan Car Pooling

Hasil Pembahasan Car Pooling_Page_1

Hasil Pembahasan Car Pooling_Page_2

Hasil Pembahasan Car Pooling_Page_3

015/KOMNAS/SP NIBA BCA/II/2009

Hasil Pertemuan KOMNAS SP NIBA BCA dengan Direksi BCA

Hasil Pertemuan KOMNAS SP NIBA BCA dengan Direksi_Page_1

Hasil Pertemuan KOMNAS SP NIBA BCA dengan Direksi_Page_2

Tuesday, March 10, 2009

Setan atau Malaikat?

By : Resensi

Mahluk yang paling menakjubkan adalah manusia, karena dia bisa memilih untuk menjadi “setan atau malaikat”.
–John Scheffer-

Dari pinggir kaca nako, di antara celah kain gorden, saya melihat lelaki itu mondar-mandir di depan rumah. Matanya berkali-kali melihat ke rumah saya. Tangannya yang dimasukkan ke saku celana, sesekali mengelap keringat di keningnya.

Dada saya berdebar menyaksikannya. Apa maksud remaja yang bisa jadi umurnya tak jauh dengan anak sulung saya yang baru kelas 2 SMU itu? Melihat tingkah lakunya yang gelisah, tidakkah dia punya maksud buruk dengan keluarga saya? Mau merampok? Bukankah sekarang ini orang merampok tidak lagi mengenal waktu? Siang hari saat orang-orang lalu-lalang pun penodong bisa beraksi, seperti yang banyak diberitakan koran. Atau dia punya masalah dengan Yudi, anak saya?
Kenakalan remaja saat ini tidak lagi enteng. Tawuran telah menjadikan puluhan remaja meninggal. Saya berdoa semoga lamunan itu salah semua. Tapi mengingat peristiwa buruk itu bisa saja terjadi, saya mengunci seluruh pintu dan jendela rumah. Di rumah ini, pukul sepuluh pagi seperti ini, saya hanya seorang diri. Kang Yayan, suami saya, ke kantor. Yudi sekolah, Yuni yang sekolah sore pergi les Inggris, dan Bi Nia sudah seminggu tidak masuk.

Jadi kalau lelaki yang selalu memperhatikan rumah saya itu menodong, saya bisa apa? Pintu pagar rumah memang terbuka. Siapa saja bisa masuk.

Tapi mengapa anak muda itu tidak juga masuk? Tidakkah dia menunggu sampai tidak ada orang yang memergoki? Saya sedikit lega saat anak muda itu berdiri di samping tiang telepon. Saya punya pikiran lain. Mungkin dia sedang menunggu seseorang, pacarnya, temannya, adiknya, atau siapa saja yang janjian untuk bertemu di tiang telepon itu. Saya memang tidak mesti berburuk sangka seperti tadi. Tapi dizaman ini, dengan peristiwa-peristiwa buruk, tenggang rasa yang semakin menghilang, tidakkah rasa curiga lebih baik daripada lengah?

Saya masih tidak beranjak dari persembunyian, di antara kain gorden, di samping kaca nako. Saya masih was-was karena anak muda itu sesekali masih melihat ke rumah. Apa maksudnya? Ah, bukankah banyak pertanyaan di dunia ini yang tidak ada jawabannya.

Terlintas di pikiran saya untuk menelepon tetangga. Tapi saya takut jadi ramai. Bisa-bisa penduduk se-kompleks mendatangi anak muda itu. Iya kalau anak itu ditanya-tanya secara baik, coba kalau belum apa-apa ada yang memukul.

Tiba-tiba anak muda itu membalikkan badan dan masuk ke halaman rumah. Debaran jantung saya mengencang kembali. Saya memang mengidap penyakit jantung. Tekad saya untuk menelepon tetangga sudah bulat, tapi kaki saya tidak bisa melangkah. Apalagi begitu anak muda itu mendekat, saya ingat, saya pernah melihatnya dan punya pengalaman buruk dengannya. Tapi anak muda itu tidak lama di teras rumah. Dia hanya memasukkan sesuatu ke celah di atas pintu dan bergegas pergi. Saya masih belum bisa mengambil benda itu karena kaki saya masih lemas.

Saya pernah melihat anak muda yang gelisah itu di jembatan penyeberangan, entah seminggu atau dua minggu yang lalu. Saya pulang membeli bumbu kue waktu itu. Tiba-tiba di atas jembatan penyeberangan, saya ada yang menabrak, saya hampir jatuh. Si penabrak yang tidak lain adalah anak muda yang gelisah dan mondar-mandir di depan rumah itu, meminta maaf dan bergegas mendahului saya. Saya jengkel, apalagi begitu sampai di rumah saya tahu dompet yang disimpan di kantong plastik, disatukan dengan bumbu kue, telah raib.

Dan hari ini, lelaki yang gelisah dan si penabrak yang mencopet itu, mengembalikan dompet saya lewat celah di atas pintu. Setelah saya periksa, uang tiga ratus ribu lebih, cincin emas yang selalu saya simpan di dompet bila bepergian, dan surat-surat penting, tidak ada yang berkurang.

Lama saya melihat dompet itu dan melamun. Seperti dalam dongeng. Seorang anak muda yang gelisah, yang siapa pun saya pikir akan mencurigainya, dalam situasi perekonomian yang morat-marit seperti ini, mengembalikan uang yang telah digenggamnya. Bukankah itu ajaib, seperti dalam dongeng. Atau hidup ini memang tak lebih dari sebuah dongengan?

Bersama dompet yang dimasukkan ke kantong plastik hitam itu saya menemukan surat yang dilipat tidak rapi. Saya baca surat yang berhari-hari kemudian tidak lepas dari pikiran dan hati saya itu. Isinya seperti ini:

—–

“Ibu yang baik…, maafkan saya telah mengambil dompet Ibu. Tadinya saya mau mengembalikan dompet Ibu saja, tapi saya tidak punya tempat untuk mengadu, maka saya tulis surat ini, semoga Ibu mau membacanya.

Sudah tiga bulan saya berhenti sekolah. Bapak saya di-PHK dan tidak mampu membayar uang SPP yang berbulan-bulan sudah nunggak, membeli alat-alat sekolah dan memberi ongkos. Karena kemampuan keluarga yang minim itu saya berpikir tidak apa-apa saya sekolah sampai kelas 2 STM saja. Tapi yang membuat saya sakit hati, Bapak kemudian sering mabuk dan judi buntut yang beredar sembunyi-sembunyi itu.

Adik saya yang tiga orang, semuanya keluar sekolah. Emak berjualan goreng-gorengan yang dititipkan di warung-warung. Adik-adik saya membantu mengantarkannya. Saya berjualan koran, membantu-bantu untuk beli beras.

Saya sadar, kalau keadaan seperti ini, saya harus berjuang lebih keras. Saya mau melakukannya. Dari pagi sampai malam saya bekerja. Tidak saja jualan koran, saya juga membantu nyuci piring di warung nasi dan kadang (sambil hiburan) saya ngamen. Tapi uang yang pas-pasan itu (Emak sering gagal belajar menabung dan saya maklum), masih juga diminta Bapak untuk memasang judi kupon gelap. Bilangnya nanti juga diganti kalau angka tebakannya tepat. Selama ini belum pernah tebakan Bapak tepat. Lagi pula Emak yang taat beribadah itu tidak akan mau menerima uang dari hasil judi, saya yakin itu.

Ketika Bapak semakin sering meminta uang kepada Emak, kadang sambil marah-marah dan memukul, saya tidak kuat untuk diam. Saya mengusir Bapak. Dan begitu Bapak memukul, saya membalasnya sampai Bapak terjatuh-jatuh. Emak memarahi saya sebagai anak laknat. Saya sakit hati. Saya bingung. Mesti bagaimana saya?

Saat Emak sakit dan Bapak semakin menjadi dengan judi buntutnya, sakit hati saya semakin menggumpal, tapi saya tidak tahu sakit hati oleh siapa. Hanya untuk membawa Emak ke dokter saja saya tidak sanggup. Bapak yang semakin sering tidur entah di mana, tidak perduli. Hampir saya memukulnya lagi.

Di jalan, saat saya jualan koran, saya sering merasa punya dendam yang besar tapi tidak tahu dendam oleh siapa dan karena apa. Emak tidak bisa ke dokter. Tapi orang lain bisa dengan mobil mewah melenggang begitu saja di depan saya, sesekali bertelepon dengan handphone. Dan di seberang stopan itu, di warung jajan bertingkat, orang-orang mengeluarkan ratusan ribu untuk sekali makan.

Maka tekad saya, Emak harus ke dokter. Karena dari jualan koran tidak cukup, saya merencanakan untuk mencopet. Berhari-hari saya mengikuti bus kota, tapi saya tidak pernah berani menggerayangi saku orang. Keringat dingin malah membasahi baju. Saya gagal jadi pencopet.

Dan begitu saya melihat orang-orang belanja di toko, saya melihat Ibu memasukkan dompet ke kantong plastik. Maka saya ikuti Ibu. Di atas jembatan penyeberangan, saya pura-pura menabrak Ibu dan cepat mengambil dompet. Saya gembira ketika mendapatkan uang 300 ribu lebih.

Saya segera mendatangi Emak dan mengajaknya ke dokter. Tapi Ibu…, Emak malah menatap saya tajam. Dia menanyakan, dari mana saya dapat uang. Saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu tabungan saya, atau meminjam dari teman. Tapi saya tidak bisa berbohong. Saya mengatakan sejujurnya, Emak mengalihkan pandangannya begitu saya selesai bercerita.

Di pipi keriputnya mengalir butir-butir air. Emak menangis. Ibu…, tidak pernah saya merasakan kebingungan seperti ini. Saya ingin berteriak. Sekeras-kerasnya. Sepuas-puasnya. Dengan uang 300 ribu lebih sebenarnya saya bisa makan-makan, mabuk, hura-hura. Tidak apa saya jadi pencuri. Tidak perduli dengan Ibu, dengan orang-orang yang kehilangan. Karena orang-orang pun tidak perduli kepada saya. Tapi saya tidak bisa melakukannya. Saya harus mengembalikan dompet Ibu. Maaf.”

—–

Surat tanpa tanda tangan itu berulang kali saya baca. Berhari-hari saya mencari-cari anak muda yang bingung dan gelisah itu. Di setiap stopan tempat puluhan anak-anak berdagang dan mengamen. Dalam bus-bus kota. Di taman-taman. Tapi anak muda itu tidak pernah kelihatan lagi. Siapapun yang berada di stopan, tidak mengenal anak muda itu ketika saya menanyakannya.

Lelah mencari, di bawah pohon rindang, saya membaca dan membaca lagi surat dari pencopet itu. Surat sederhana itu membuat saya tidak tenang. Ada sesuatu yang mempengaruhi pikiran dan perasaan saya. Saya tidak lagi silau dengan segala kemewahan. Ketika Kang Yayan membawa hadiah-hadiah istimewa sepulang kunjungannya ke luar kota, saya tidak segembira biasanya.Saya malah mengusulkan oleh-oleh yang biasa saja.

Kang Yayan dan kedua anak saya mungkin aneh dengan sikap saya akhir-akhir ini. Tapi mau bagaimana, hati saya tidak bisa lagi menikmati kemewahan. Tidak ada lagi keinginan saya untuk makan di tempat-tempat yang harganya ratusan ribu sekali makan, baju-baju merk terkenal seharga jutaan, dan sebagainya.

Saya menolaknya meski Kang Yayan bilang tidak apa sekali-sekali. Saat saya ulang tahun, Kang Yayan menawarkan untuk merayakan di mana saja. Tapi saya ingin memasak di rumah, membuat makanan, dengan tangan saya sendiri. Dan siangnya, dengan dibantu Bi Nia, lebih seratus bungkus nasi saya bikin. Diantar Kang Yayan dan kedua anak saya, nasi-nasi bungkus dibagikan kepada para pengemis, para pedagang asongan dan pengamen yang banyak di setiap stopan.

Di stopan terakhir yang kami kunjungi, saya mengajak Kang Yayan dan kedua anak saya untuk makan bersama. Diam-diam air mata mengalir dimata saya.

Yuni menghampiri saya dan bilang, “Mama, saya bangga jadi anak Mama.” Dan saya ingin menjadi Mama bagi ribuan anak-anak lainnya.

Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)

Motivasi Juga Penentu Nasib

Di zaman dahulu ada seorang Jendral dari negeri Tiongkok kuno yang mendapat
tugas untuk memimpin pasukan melawan musuh yang jumlahnya sepuluh kali lipat
lebih banyak. Mendengar kondisi musuh yang tak seimbang, seluruh prajuritnya
gentar kalau-kalau akan menderita kekalahan.

Dalam perjalanan menuju medan perang, Jendral itu berhenti di sebuah altar
vihara. Ia sembahyang dan berdoa meminta petunjuk para dewa. Sedangkan
prajuritnya menanti di luar vihara dengan harap-harap cemas. Tak lama
kemudian, sang Jendral keluar dari vihara.
Ia berteriak pada seluruh pasukannya, “Kita telah mendapat petunjuk dari
langit.” Lalu ia mengeluarkan koin emas simbol kerajaan dari sakunya. Sambil
mengacungkan koin itu ke udara ia berkata, “Sekarang, kita lihat apa kata
nasib. Mari kita adakan toss. Bila kepala yang muncul, maka kita akan
menang. Tapi bila ekor yang muncul, kita akan kalah. Hidup kita tergantung
pada nasib.”

Jendral lalu melempar koin emas itu ke udara. Koin emas pun berputar-putar
di udara. Lalu jatuh berguling-guling di tanah. Seluruh pasukan mengamati
apa yang muncul. Setelah agak lama menggelinding ke sana-kemari, koin itu
terhenti. Dan yang muncul adalah KEPALA. Kontan seluruh pasukan berteriak
kesenangan. “Hore..! Kita akan menang. Nasib berpihak pada kita, Ayo serbu
dan hancurkan musuh. Kemenangan telah pasti.”

Dengan penuh semangat Jendral dan pasukan itu bergerak menuju medan perang.
Pertempuran berlangsung dengan sengit. Ternyata dengan keyakinan dan tekad
yang membaja akhirnya musuh yang tak terhingga banyaknya dapat dikalahkan.
Jendral dan seluruh pasukannya betul-betul senang. Seorang prajurit berkata,
“Sudah kehendak langit, maka tak ada yang bisa mengubah nasib.”

Sesampai di ibu kota mereka disambut meriah oleh seluruh penduduk. Raja pun
terkagum-kagum mendengar kisah peperangan yang dashyat itu. Beliau bertanya
pada sang Jendral bagaimana ia mampu mengobarkan semangat pasukannya hingga
begitu gagah berani. Sang Jendral kemudian menyerahkan koin emasnya pada
Raja sambil berkata, “Paduka, inilah yang memberikan mereka nasib baik.”

Raja menerima dan mengamati koin emas itu yang ternyata kedua sisinya
bergambar: KEPALA..!

Pojok Renungan:
Langit adalah adil, dan tidak ada orang yang dikecualikan. Yang bisa
menolong dirimu adalah dirimu sendiri.

(adapted from The Book of ZEN -
Freedom of The Mind” - Tsai Chih Chung)

GEMA Bulletin KOMCAB Magelang

GEMA